MAKALAH
PSIKOANALITIK HUMANISTIK – ERICH FROMM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah APTL 1
Dosen pengampu : Sesya Dias Mumpuni, S.Pd
DISUSUN OLEH :
1. Kharis Rizkianto (1112500096)
2. Maya Lestari .W (1112500170)
3. Nur Azizah Zahro (1112500032)
4. Siti Musiam (1112500128)
5. Sholeha Hadi Isyrin (1112500125)
Semester/Kelas : 4/E
PROGDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2014
PSIKOANALITIK HUMANISTIK – ERICH FROMM
1. Sejarah kehidupan erich fromm
Erich Fromm lahir di Frankfurt, Jerman pada tanggal 23 Maret 1900. satu-satunya anak dari kelas menengah orang tua Yahudi ortodoks. Ayahnya, Fromm Naftali, adalah putra Rabai dan cucu dari dua Rabbi. Ibunya, Rosa Krause Fromm, adalah keponakan dari Ludwig Krause, seorang sarjana Talmud yang terkenal. Ia belajar psikologi dan sosiologi di University Heidelberg, Frankfurt, dan Munich. Setelah memperoleh gelar Ph.D dari Heidelberg tahun 1922, ia belajar psikoanalisis di Munich dan pada Institut psikoanalisis Berlin yang terkenal waktu itu. Tahun 1933 ia pindah ke Amerika Serikat dan mengajar di Institut psikoanalisis Chicago dan melakukan praktik privat di New York City. Ia pernah mengajar pada sejumlah universitas dan institut di negara ini dan di Meksiko. Terakhir, Fromm tinggal di Swiss dan meninggal di Muralto, Swiss pada tanggal 18 Maret 1980.
2. Prinsip-prinsip teori erich fromm
Asumsi Fromm yang paling mendasar adalah bahwa kepribadian individu dapat dipahami hanya dalam sejarah manusia. Diskusi tentang situasi manusia mengenai kepribadian dan psikologi harus didasarkan pada konsep filosofi antropologi eksistensi (keberadaan) manusia (Fromm, 1947, MS 45). Lebih daripada teori kepribadian lainnya, Erich Fromm juga menekankan pada perbedaan antara manusia dan binatang lain. Manusia bersandar pada pengalaman unik di alam kehidupannya serta dapat tunduk pada semua hukum dan secara bersamaan melampaui alam’ (Fromm, 1992, ms. 24). Dia percaya bahwa manusia sadar diri akan keberadaan mereka.
Fromm mengambil sikap yang tengah mengenai sadar versus motivasi bawah sadar, lebih menekankan sedikit kepada motivasi sadar dan bersaing karena salah satu ciri-ciri unik manusia adalah kesadaran diri. Manusia itu bukan hewan karena dapat beralasan, membayangkan masa depan, dan sadar berusaha untuk menuju tujuan hidup. Fromm menegaskan, bagaimanapun, bahwa kesadaran diri adalah berkat campuran dari banyaknya orang yang menindas mereka demi karakter dasar untuk menghindari kecemasan. Pada masalah sosial, Fromm berpendapat bahwa manusia lebih banyak memperoleh dampak dari sejarah, budaya, dan masyarakat daripada biologi. Meskipun dia bersikeras bahwa sifat manusia sangat ditentukan oleh sejarah dan budaya , tetapi ia tetap tidak mengabaikan faktor biologis, karena bagaimanapun manusia adalah makhluk yang berasal dari alam semesta. Dia percaya bahwa meskipun sejarah dan budaya menimpa berat pada kepribadian manusia, namun manusia tetap dapat mempertahankan beberapa derajat keunikannya. Manusia satu spesies berbagi banyak kebutuhan dengan manusia yang lain, tetapi pengalaman diri sendiri dalam seluruh kehidupan manusialah yang dapat memberi mereka beberapa ukuran keunikan yang berbeda – beda.
Tema dasar dari dasar semua tulisan Fromm adalah individu yang merasa kesepian dan terisolir karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua spesies binatang, itu adalah situasi khas manusia. Dalam bukunya Escape from Freedom (1941), ia mengembangkan tesis bahwa manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, maka mereka juga makin merasa kesepian (being lonely). Jadi, kebebasan menjadi keadaan yang negatif dari mana manusia melarikan diri. Dan jawaban dari kebebasan yang pertama adalah semangat cinta dan kerjasama yang menghasilkan manusia yang mengembangkan masyarakat yang lebih baik, yang kedua adalah manusia merasa aman dengan tunduk pada penguasa yang kemudian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
3. Kebutuhan-kebutuhan manusia
Umumnya kata “kebutuhan” diartikan sebagai kebutuhan fisik, yang oleh Fromm dipandang sebagai kebutuhan aspek kebinatangan dari manusia, yakni kebutuhan makan, minum, seks, dan bebas dari rasa sakit. Kebutuhan manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan eksistensinya sebagai manusia, menurut Fromm meliputi dua kelompok kebutuhan; pertama kebutuhan untuk menjadi bagian dari sesuatu dan menjadi otonom, yang terdiri dari kebutuhan Relatedness, Rootedness, Transcendence, Unity, dan Identity. Kedua, kebutuhan memahami dunia, mempunyai tujuan dan memanfaatkan sifat unik manusia, yang terdiri dari kebutuhan Frame of orientation, frame of devotion, Excitation-stimulation, dan Effectiveness.
Yang pertama, Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatan
1. Keterhubungan (relatedness): Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian dan terisolasi dari alam dan dari dirinya sendiri. Kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang dicintai,menjadi bagian dari sesuatu. Keinginan irasional untuk mempertahankan hubungan yang pertama, yakni hubungan dengan ibu, kemudian diwujudkan ke dalam perasaan solidaritas dengan orang lain. Hubungan paling memuaskan bisa positif yakni hubungan yang didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan pengertian dari orang lain,bisa negatif yakni hubungan yang didasarkan pada kepatuhan atau kekuasaan.
2. Keberakaran (rootedness): Kebutuhan keberakaran adalah kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di dunia (merasa seperti di rumahnya). Manusia menjadi asing dengan dunianya karena dua alasan yaitu:
-Dia direnggut dari akar-akar hubungannya oleh situasi (ketika manusia dilahirkan, dia menjadi sendirian dan kehilangan ikatan alaminya)
-Fikiran dan kebebasan yang dikemangkannya sendiri justru memutus ikatan alami dan menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya.
Keberakaran adalah kebutuhan untuk mengikat diri dengan kehidupan. Setiap saat orang dihadapkan dengan dunia baru, dimana dia harus tetap aktif dan kreatif mengembangkan perasaan menjadi bagian yang integral dari dunia. Dengan demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas, berada di tengah-tengah duania yang penuh ancaman. Orang dapat membuat ikatan fiksasi yang tidak sehat, yakni mengidentifikasikan diri dengan satu situasi, dan tidak mau bergerak maju untuk membuat ikata baru dengan dunia baru.
3. Menjadi pencipta (transcendency): Karena individu menyadari dirinya sendiri dari lingkungannya, mereka kemudian mengenali betapa kuat dan menakutkan alam semesta itu, yang membuatnya merasa tak berdaya. Orang ingin mengatasi perasaan takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan dan ketakmenentuan semesta. Orang membutuhkan peningkatan diri, berjuang untuk mengatasi sifat fasif dikuasai alam menjadi aktif, bertujuan dan bebas, berubah dari makhluk ciptaan menjadi pencipta. Seperti menjadi keterhubungan, transendensi bisa positif (menciptakan sesuatu) atau negatif (menghancurkan sesuatu).
4. Kesatuan (unity): Kebutuhan untuk mengatasi eksistensi keterpisahan antara hakikat binatang dan non binatang dalam diri seseorang. Keterpisahan, kesepian, dan isolasi semuanya bersumber dari kemandirian dan kemerdekaan “untuk apa orang mengejar kemandirian dan kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian dan isolasi?” dari dilema ini muncul kebutuhan unitas. Orang dapat mencapai unitas, memperoleh kepuasan (tanpa menyakiti orang lain dan diri sendiri) kalau hakikat kebinatangan dan kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya dengan berusaha untuk menjadi manusia seutuhnya melalui berbagi cinta dan kerjasama dengan orang lain.
5. Identitas (identity): Kebutuhan untuk menjadi “aku”, kebutuhan untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah. Manusia harus merasakan dapat mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa membuat keputusan, dan merasa bahwa hidupnya nyata-nyata miliknya sendiri. Misalnya orang primitif mengidentifikasikan diri dengan sukunya, dan tidak melihat dirinya sendiri sebagai bagian yang terpisah dari kelompoknya.
Yang kedua, Kebutuhan untuk memahami dan beraktivitas
1. Kerangka orientasi (frame of orientation): Orang membutuhkan peta mengenai dunia sosial dan dunia alaminya; tanpa peta itu dia akan bingung dan tidak mampu bertingkah laku yang ajeg-mempribadi. Manusia selalu dihadapkan dengan fenomena alam yang membingungkan dan realitas yang menakutkan, mereka membutuhkan hidupnya menjadi bermakna. Dia berkeinginan untuk dapat meramalkan kompleksitas eksistensi. Kerangka orientasi adalah seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku bagaimana yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan jiwa.
2. Kerangka kesetiaan (frame of devotion): Kebutuhan untuk memiliki tujuan hidup yang mutlak. Orang membutuhkan sesuatu yang dapat menerima seluruh pengabdian hidupnya, sesuatu yang membuat hidupnya menjadi bermakna. Kerangka pengabdian adalah peta yang mengarahkan pencarian makna hidup, menjadi dasar dari nilai-nilai dan titik puncak dari semua perjuangan.
3. Keterangsangan- stimulasi (excitation-stimulation): Kebutuhan untuk melatih sistem syaraf, untuk memanfaatkan kemampuan otak. Manusia membutuhkan bukan sekedar stimulus sederhana (misalnya: makanan), tetapi stimuli yang mengaktifkan jiwa (misalnya: puisi atau hukm fisika). Stimuli yang tidak cukup direaksi saat itu, tetapi harus direspon secara aktif, produktif, dan berkelanjutan.
4. Keefektivan (effectivity): Kebutuhan untuk menyadari eksistensi diri melawan perasaan tidak mampu dan melatih kompetensi/kemampuan.
4. Gangguan Kepribadian
Jika orang-orang yang berkepribadian sehat dapat bekerja, mencintai, dan berpikir produktif, maka yang mengalami gangguan kepribadian ditandai oleh tiga bagian masalah, khususnya kegagalan untuk menghasilkan cinta dan kasih sayang. Fromm (1981) mengatakan bahwa orang-orang yang kepribadiannya terganggu secara psikologis akan tidak mampu mencintai dan telah gagal untuk membentuk kesatuan dengan orang lain. Dia membahas tiga gangguan kepribadian yang berat diantaranya necrophilia, ganas narsisisme dan incest simbiosis.
1.) Necrophilia
istilah “necrophilia” berarti cinta kematian dan biasanya mengacu pada penyimpangan seksual di mana keinginan orang kontak seksual dengan mayat. Namun, Fromm (1964,
1973) necrophilia digunakan dalam pengertian yang lebih umum untuk menunjukkan tertarik kepada kematian. Necrophilia adalah orientasi karakter alternatif untuk biophilia. Orang-orang alami kehidupan cinta, tapi ketika kondisi sosial aksi biophilia, mereka mungkin mengadopsi
orientasi necrophilic. Necrophilic kepribadian benci kemanusiaan; mereka adalah rasis, warmongers, dan pengganggu; mereka mencintai pertumpahan darah, kehancuran, teror, dan penyiksaan; dan mereka senang dalam menghancurkan hidup. Mereka adalah pendukung kuat dari hukum dan ketertiban; suka berbicara tentang penyakit, kematian dan penguburan; dan mereka terpesona oleh kotoran, pembusukan, mayat, dan kotoran. Mereka lebih suka malam hari dan cinta untuk beroperasi dalam kegelapan dan bayangan Necrophilous orang tidak hanya berperilaku dalam cara yang merusak; Sebaliknya, perilaku merusak mereka adalah refleksi dari karakter dasar mereka. Semua orang berperilaku agresif dan destruktif di kali, tetapi seluruh gaya hidup necrophilous orang berkisar kematian, kehancuran, penyakit dan pembusukan.
2.) Ganas Narsisme
ganas narsisisme sama seperti semua orang menampilkan beberapa perilaku necrophilic, begitu juga semua memiliki beberapa narsisistik kecenderungan. Orang sehat mewujudkan bentuk jinak narsisme, yaitu, minat dalam tubuh mereka sendiri. Namun, dalam bentuk ganas, narsisme menghambat persepsi tentang realitas jadi bahwa semua milik seseorang narsis adalah sangat dihargai dan segala sesuatu yang milik lain adalah mendevaluasi. narsisistik individu sibuk dengan diri mereka sendiri, tetapi kekhawatiran ini adalah tidak terbatas untuk mengagumi diri di cermin. Keasyikan dengan satu tubuh sering mengarah ke hypochondriasis, atau perhatian obsesif untuk kesehatan seseorang. Fromm (1964) dibahas pula moral hypochondriasis, atau sebuah keasyikan dengan rasa bersalah tentang sebelumnya pelanggaran. Hasilnya adalah depresi, perasaan tidak dihargai. Meskipun depresi, intens rasa bersalah dan hypochondriasis mungkin muncul untuk menjadi apa pun kecuali pemuliaan diri, Fromm percaya bahwa masing-masing bisa gejala yang mendalam yang mendasari narsisme. incest simbiosis orientasi patologis yang ketiga adalah simbiosis sumbang, atau ketergantungan ekstrim pada ibu atau pengganti ibu.
3.) Incest Simbiosis
Incest simbiosis adalah bentuk berlebihan hasrat alami ibu lebih umum dan lebih jinak. Laki-laki dengan fiksasi ibu perlu seorang wanita untuk merawat mereka, menyayangi mereka, dan mengagumi mereka; mereka merasa agak cemas dan depresi ketika kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Kondisi ini adalah relatif normal dan tidak sangat mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. dengan incest simbiosis, namun, orang-orang tersebut tidak dapat dipisahkan dari rumah ; kepribadian mereka yang dicampur dengan orang lain sehingga identitas individu mereka hilang. Incest simbiosis berasal dari masa kanak-kanak sebagai hasrat alami dari anak ke ibu. Hasrat lebih penting dan mendasar dari pada seksualitas yang dapat berkembang menjadi periode Oedipus. Fromm setuju lebih dengan Harry Stack Sullivan (Lihat Bab 8) daripada dengan Freud dalam menyatakan bahwa hasrat alami ibu bersandar pada kebutuhan untuk keamanan dan bukan untuk berzina. “Seksualitas kali ini tidak menyebabkan hasrat ke ibu, tapi hasilnya” (Fromm, 1964, ms. 99). orang-orang yang tinggal di incest hubungan simbiosis merasa sangat cemas dan takut jika hubungan itu terancam. Mereka percaya bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa pengganti ibu mereka.
5. Kondisi Eksistensi manusia
Fromm (1947) percaya bahwa manusia, tidak seperti hewan lain, telah “robek
pergi” dari kesatuan mereka prasejarah dengan alam. Mereka memiliki naluri tidak kuat untuk beradaptasi dengan dunia yang berubah; Sebaliknya, mereka telah memperoleh Fasilitas untuk alasan — suatu kondisi Fromm disebut dilema. Orang mengalami dilema dasar ini karena mereka telah menjadi terpisah dari alam dan belum memiliki kapasitas untuk menyadari diri sebagai makhluk-makhluk yang terisolasi.
Dilema Eksistensi
Mengikuti filsafat dualism, semua gerak di dunia dilatarbelakangi oleh pertentangan dua kelompok ekstrim, tesa dan antitesa. Pertentangan itu akan menimbulkan sintesa, yang pada dasarnya dapat dipandang sebagai teas baru yang akan memunculkan antitesa yang lain. Itulah dinamika yang tidak pernah berhenti bergerak.
Menurut Fromm, hakekat manusia juga bersifat dualistik. Paling tidak ada tiga dualistik di dalam diri manusia:
a. Manusia sebagai binatang dan sebagai manusia
Manusia sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologik yang harus dipuaskan, seperti kebutuhan makan, minum, dan kebutuhan seksual. Manusia sebagai manusia memiliki kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi. Kebutuhan manusia itu terwujud dalam pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, kasihan, perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, sedih, transendensi, kebebasan, nilai, dan norma.
Kesadaran diri dan fikiran manusia telah mengetahui bahwa dia akan mati, tetapi manusia berusaha mengingkarinya dengan meyakini adanya kehidupan sesudah mati, dan usaha-usaha yang tidak sesuai dengan fakta bahwa kehidupan akan berakhir dengan kematian.
b. Hidup dan mati
Kondisi yang dibawa dari lahir antara tesa-antitesa eksistensi manusia, disebut dilema eksistensi. Di satu sisi manusia berjuang untuk bebas, menguasai lingkungan dengan hakekat kemanusiaannya, di sisi lain kebebasan itu memperbudak manusia dengan memisahkan hakekat kebinatangan dari akar-akar alaminya. Dinamika kehidupan bergerak tanpa henti seolah-olah manusia bakal hidup abadi, setiap orang tanpa sadar mengingkari kematian yang baka dan berusaha bertahan di dunia yang fana. Mereka menciptakan cita-cita ideal yang tidak pernah dapat dicapai, mengejar kesempurnaan sebagai kompensasi perasaan ketidaksempurnaan. Anak yang berjuang untuk memperoleh otonomi diri mungkin menjadi dalam kesendirian yang membuatnya merasa tidak berdaya dan kesepian; masyarakat yang berjuang untuk merdeka mungkin merasa lebih terancam oleh isolasi dari bangsa lain. Dengan kata lain, kemandirian dan kebebasan yang diinginkan malahan menjadi beban.
c. Kesendirian dan kebersamaan
Manusia adalah pribadi yang mandiri, sendiri, tetapi manusia juga tidak bisa menerima kesendirian. Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari kalau kebahagiaannya tergantung kepada kebersamaan dengan orang lain. Dilema ini tidak pernah terselesaikan, namun orang harus berusaha menjembatani dualism ini, agar tidak menjadi gila. Dualisme-dualisme itu, aspek binatang dan manusia, kehidupan dan kematian, ketidaksempurnaan dan kesempurnaan, kesendirian dan kebersamaan, merupakan kondisi dasar eksistensi manusia. Pemahaman tentang jiwa manusia harus berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensi manusia.
Ada dua cara menghindari dilema eksistensi yaitu:
1. Menerima otoritas dari luar dan tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan diri dengan masyarakat. Manusia menjadi budak (dari penguasa negara) untuk mendapatkan perlindungan/rasa aman.
2. Orang bersatu dengan orang lain dalam semangat cinta dan kerja sama, menciptakan ikatan dan tanggung jawab bersama dari masyarakat yang lebih baik.
6. Tipologi Sosial
Fromm menyatakan karakter manusia berkembang berdasarkan kebutuhan mengganti insting kebinatangan yang hilang ketika mereka berkembang tahap demi tahap. Menurutnya, karakter berkembang dan dibentuk oleh “social arrangements” (pengaturan sosial) dimana orang itu hidup.
Dalam buku-buku Fromm berikutnya (1947, 1955, 1964), dikatakan bahwa setiap masyarakat yang telah diciptakan manusia, entah itu berupa feodalisme, kapitalisme, fasisme, sosialisme, dan komunisme, semuanya menunjukkan usaha manusia untuk memecahkan kontradiksi dasar manusia. Kontradiksi yang dimaksud adalah seorang pribadi merupakan bagian tetapi sekaligus terpisah dari alam, merupakan binatang sekaligus manusia. Sebagai binatang, orang memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik tertentu yang harus dipuaskan. Sebagai manusia, orang memiliki kesadaran diri, pikiran dan daya khayal. Pengalaman-pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, perasaan kasihan, sikap-sikap perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, bisa terluka, transendensi, dan kebebasan, nilai-nilai serta norma-norma. Kemudian teori Erich Fromm mengenai watak masyarakat mengakui asumsi transmisi kebudayaan dalam hal membentuk kepribadian tipikal atau kepribadian kolektif. Namun Fromm juga mencoba menjelaskan fungsi-fungsi sosio-historik dari tipe kepribadian tersebut yang menghubungkan kebudayaan tipikal dari suatu kebudayaan obyektif yang dihadapi suatu masyarakat. Untuk merumuskan hubungan tersebut secara efektif, suatu masyarakat perlu menerjemahkannya ke dalam unsur-unsur watak (traits) dari individu anggotanya agar mereka bersedia melaksanakan apa yang harus dilakukan.
Fromm membagi sistem struktur masyarakat menjadi tiga bagian berdasar karakter sosialnya:
1. Sistem A, yaitu masyarakat-masyarakat pecinta kehidupan. Karakter sosial masyarakat ini penuh cita-cita, menjaga kelangsungan dan perkembangan kehidupan dalam segala bentuknya. Dalam sistem masyarakat seperti ini, kedestruktifan dan kekejaman sangat jarang terjadi, tidak didapati hukuman fisik yang merusak. Upaya kerja sama dalam struktur sosial masyarakat seperti ini banyak dijumpai.
2. Sistem B, yaitu masyarakat non-destruktif-agresif. Masyarakat ini memiliki unsur dasar tidak destruktif, meski bukan hal yang utama, masyarakat ini memandang keagresifan dan kedestruktifan adalah hal biasa. Persaingan, hierarki merupakan hal yang lazim ditemui. Masyarakat ini tidak memiliki kelemah-lembutan, dan saling percaya.
3. Sistem C, yaitu masyarakat destruktif. Karakter sosialnya adalah destruktif, agresif, kebrutalan, dendam, pengkhianatan dan penuh dengan permusuhan. Biasanya pada masyarakat seperti ini sangat sering terhadi persaingan, mengutamakan kekayaan, yang jika bukan dalam bentuk materi berupa mengunggulkan simbol.
Fromm juga menyebutkan dan menjelaskan lima tipe karakter sosial yang ditemukan dalam masyarakat dewasa ini, yakni:
1. Tipe Reseptif (mengharapkan dukungan dari pihak luar)
2. Tipe Eksploitasi (memaksa orang lain untuk mengikuti keinginannya)
3. Tipe Penimbunan (suka mengumpulkan dan menimbun barang suatu materi)
4. Tipe Pemasaran (suka menawarkan dan menjual barang.
5. Tipe Produktif (karakter yang kreatif dan selalu berusaha untuk menggunakan barang-barang untuk suatu kemajuan)
6. Tipe Nekrofilus-biofilus (nekrofilus orang yang tertarik dengan kematian, biofilus:orang yang mencintai kehidupan)
7. Implikasi Bagi Konseling
Fromm percaya bahwa pasien datang untuk terapi mencari kepuasan untuk mereka sendiri mengenai Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian, mengatasi perasaan takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan, kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di dunia (merasa seperti di rumahnya), kebutuhan untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah, seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku bagaimana yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan jiwa. Oleh karena itu, terapi harus dibangun atas hubungan pribadi antara pasien dan terapis. Karena komunikasi yang intensif sangat penting untuk terapi pertumbuhan, terapis harus mampu berkonsentrasi dan mengucapkan ketulusan yang terjadi antar manusia (Fromm, 1963, p. 184). Sehingga pasien akan merasa saling menyatu satu sama lainnya. Sebagai bagian dari upayanya untuk mencapai komunikasi bersama, Fromm meminta pasien untuk mengungkapkan impian mereka. Dia percaya bahwa mimpi, serta dongeng dan mitos, yang dinyatakan dalam bahasa simbolik atau bahasa universal, manusia telah dapat mengembangkannya (Fromm, 1951). Fromm (1963) percaya bahwa terapis harus berusaha untuk tidak terlalu memaksakan kehendak dalam memahami pasien. Hanya dengan sikap keterkaitannya terhadap orang lain hingga akhirnya dapat benar-benar saling mengerti. Terapis tidak boleh melihat pasien sebagai suatu penyakit atau sampah masyarakat, tetapi melihat sebagai seorang manusia yang juga mempunyai kebutuhan sama dengan yang dimiliki semua orang.